ad1

MALPU 311 - HUBUNGAN KESULTANAN INDRAPURA – KERINCI – MUKO MUKO: Titipan Amanah Terakhir



MEMBONGKAR ADAT LAMO PUSAKO USANG – Seri 311

Oleh: H. Aulia Tasman
Gelar Depati Muaro Langkap
Jambi, 27 Desember 2017


HUBUNGAN KESULTANAN INDRAPURA – KERINCI – MUKO MUKO:
Titipan Amanah Terakhir

(Kutipan tulisan Emral Djamal Dtk. Rajo Muko, 1989 – hal 13 s.d 15)

Sultan Mohammad Bakhi, Gelar Sultan Firmasyah, adalah mata rantai kenangan sejarah yang memiliki arti tersendiri, Kunci Penutup dari sebuah riwayat perjalanan sejarah Induk Kerajaan-Kerajaan Islam, Kesultanan Tertua dikawasan Nusantara ini. Beliau adalah turunan terakhir yang resmi mewarisi Sultan-Sultan Usali Indrapura.  Suthan mewarisi kerajaan dan Naik Nobat pada tahun 1861 secara syah berdasarkan ketentuan-ketentuan Kesultanan Kerajaan Usali Indrapura.
Menerima waris dari Mamaknya, yakni dari beliau Sultan Mohammad Arifin, Gelar Sultan Muhammadsyah, memerintah pada tahun 1840-1860 M, yang juga dijuluki dengan Gelar Tuanku Belindung,Tuanku Sembah.  adalah putra dari Tuanku Gandamsyah, Raja di Muko-Muko dengan ibunya bernama Tuanku Putri Jusma Cahaya Alam Ratu (XI) Kerajaan Indrapura.
Sulthan ini tidak mempunyai keturunan, kemudian digantikan oleh adik kandungnya Putri Sri Hati Bintang Alam, Raja Perempuan (XII) Kerajaan Indrapura, yang kelak Putri Bangun Raja Perempuan (XIII) Indrapura, ibu kandung Sulthan Muhammad Bakhi Gelar Sulthan Firmansyah. Putri (Sri) Bangun kawin dengan anak raja Muko-Muko, tinggal bersama suaminya di Birun, Pangkalan Jambu mengusahakan tambang emas di Sei Birun, Air Bahan, dan Gunung Urai. Sulthan Mohammad Bakhi lahir di Pangkalan Jambu, Kampung Birun. 
Tersebutlah isi dari sebuah berita Kerajaan Indrapura bahwa Sulthan Mohammad Bakhi, Gelar Sulthan Firmansyah telah mempersiapkan calon pengganti beliau sebelum wafat. Menantu beliau Marah Rusli, dinobatkan beliau sebagai pengganti untuk memegang Indrapura, dengan memangku gelar pusaka: Sultan Muhammadsyah. Betulkah begitu? Ternyata Marah Rusli diangkat Belanda sebagai Regent Indrapura pada tahun 1892.  
Sultan Mohammad Bakhi Gelar Sulthan Firmansyah dikenal sebagai seorang Sulthan yang teguh pendirian, satria pejuang, yang berwibawa dan gagah perkasa namun tunduk dalam ketaqwaannya kepada Allah Swt.  Sebelum beliau wafat, beliau meninggalkan pesan-pitaruh dan amanah kepada calon pengganti beliau Marah Rusli Sulthan Muhammadsyah.
Karena selama hidup Sulthan Mohammad Bakhi Gelar Sulthan Firmansyah, merasa dan memandang V.O.C dan bangsa asing lainnya hanya akan mendatangkan huru-hara dan balapetaka saja, seperti pernah terjadi dan didengar beritanya dari perjalanan sejarah Aceh menghancurkan Portugis di Selat Malaka dan tempat-tempat lainnya yang  digerayangi Belanda dan Inggris.
Demikian pula dari Sekilang Air Bangis, Tiku, Pariaman sampai Padang telah dijarah dengan sistem monopoli dagang VOC yang dilindungi kekuatan pasukan bersenjata kompeni Belanda.
Sulthan menganggap, sebenarnya Belanda ingin merebut kekuasaan di Pesisir Barat Sumatera ini  dan ingin melebur dan menghancurkan Kerajaan Indrapura selebur-leburnya yang selama berabad-abad tersembunyi bagai sebuah mutiara yang menyimpan  kunci rahasia kekayaan dan kejayaan Pulau Emas, dengan warisan kekuatan spirit  yang susah dijamah.
Karena itu sebelum wafat, beliau meninggalkan pesan dan amanah yang tegas, menggetarkan setiap orang yang mendengarnya, ditujukan kepada pengganti beliau yang diangkat Belanda sebagai Regent Tuanku Marah Rusli Gelar Sultan Muhammadsyah, bahwa daerah Kerinci tidak boleh diberikan  kepada Belanda, atau kepada siapapun, bagaimana pun yang ingin untuk menjajah. Sejengkal Tanah Kerajaan Indrapura yang telah dibina oleh nenek moyang terdahulu tidak boleh jatuh ke tangan penjajah.
Selanjutnya amanah itu dikunci dengan ikrar yang beliau ucapkan sendiri dengan suara lantang :
“Apabila daerah Kerinci jatuh ke tangan Belanda, siapapun yang berbuat, sedalam-dalam bumi, setinggi-tinggi langit ke ateh dak ba-pucuk, ke bawah dak ba-ughek, ditengah-tengah dighakuk kumbang, bak pacang di tengah tabek, bak kaghakok tumbuh dibatu, idut segan mati dak muh, bia sighah tanah penggalian, bia tababu kuning liang laat, bia punah dek asok meghiam, akan dimakan kutuk dimakan laknat, dikutuk Al-Qur'an 30 Juz”
Indonesianya :
(Apabila daerah Kerinci jatuh ke tangan Belanda, siapapun yang berbuat, sedalam-dalam bumi, setinggi-tinggi langit ke atas tidak berpucuk ke bawah tidak berurat di tengah-tengah digaruk kumbang, bak pancang di tengah tebat, bak karakok tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau, biar merah tanah penggalian, biar tertebar kuning liang lahat, biar punah kena asap meriam, akan dimakan kutuk dimakan laknat, dikutuk Al-Qur’an 30 Juz.) …*
Itulah pesan pitaruh dan amanah seorang Sulthan kesatria pejuang, yang jujur, berani dan gigih membela dan mempertahankan sejengkal tanah airnya,  sejengkal tanah ulayat negeri ini. Yang tidak mau menjual negerinya demi sekedar mempertahankan harga dirinya sebagai seorang Sultan, yang mengawal Pesisir Barat Sumatera kepada siapapun yang ingin menggerogoti tanah air, tanah ulayat leluhurnya secara tidak hak.
Tuanku Rusli, pengganti yang bertanggung jawab terhadap Kerajaan Indrapura, menerima sumpah berat itu dengan tugas dan tanggung jawab yang wajib dilaksanakannya. Pada akhirnya harus ditebus dengan cara terhormat. Beliau ditangkap dan secara paksa dalam sebuah pengawalan yang ketat oleh pasukan Belanda, dibawa dihadapan pandangan mata anak kemenakan, rakyat dan karib kerabat keluarga Kerajaan Indrapura yang berlinang air mata keperihan dan kepedihan. Diangkut dengan sebuah kapal boat dari pantai Muara Bentayan, Pasir Ganting Indrapura menuju daerah pembuangan. Baru 5 tahun menjalani pembuangan, beliau akhirnya wafat di Batavia, pada tahun 1938.  Inna Illahi wa ‘inna ilaahi raji’un.
Sebagai isyarat hanya tanah badan beliau yang dipindahkan kemudian oleh keluarga almarhum ke pandam pekuburan zurriat keturunan raja-raja Indrapura di Tepat Ustano Ghobah Tandikat Kampung Dalam Indrapura.
Menurut Djanuir, tahun 1933, adalah kenangan peristiwa bersejarah yang dapat dicatat rakyat Indrapura pada zamannya. Peristiwa yang sangat menyedihkan seluruh keluarga, anak kemenakan dan rakyat Indrapura. Dengan menyeret dan menangkap seseorang yang masih dianggap batu penghalang  kepentingan Belanda di Sumatera Barat, yang masih memegang tampuk kekuasaan sesuai kondisi dan kedudukan Indrapura waktu itu. Indrapura adalah panglima pengawal, dan penguasa wilayah Pesisir Barat Minangkabau, yang praktis berdiri sendiri.  
Anehnya, Regent Rusli, walaupun  sudah diberi pangkat dan kedudukan sebagai Regent Indrapura oleh  Belanda, namun tetap bagai duri dalam daging  bagi tubuh Kompeni Belanda. Akhirnya kedudukan Regent yang diberikan Belanda berubah menjadi Lambang Mati, sedikit demi sedikit, dengan cara memutuskan mata rantai tangan-tangan kekuasaannya. Regent Rusli Gelar Sultan Mohammadsyah, yang konon karena urusan pribadi dengan Comandeur Belanda  bernama Marskveen, diberhentikan dari jabatannya sebagai Regent Indrapura pada  bulan  Agustus  1911.
Regent Rusli Sultan Muhammadsyah disarankan  untuk meninggalkan  Indrapura, hidup dan tinggal di Batavia., yang menurut Belanda akan diberi kesempatan belajar sampai kepada anak kemenakan dan rakyat Indrapura. Karena tidak  mau, akhirnya Belanda menangkap dan memaksa Tuanku Rusli Gelar Sultan Muhammadsyah meninggalkan Indrapura menuju tanah pembuangan  di  Batavia.
Begitulah penjajahan Belanda melumpuhkan kekuasaan kerajaan sampai selumpuh-lumpuhnya. Mengikis habis sebuah sumber riwayat tanah alam negeri ini. Riwayat  sebuah Kerajaan Melayu Tertua di Nusantara ini, dan walaupun itu hanya untuk memelihara  pusaka dan pusara nenek moyang sendiri. Indrapura kemudian hanya dijadikan negeri saja dan diangkat seorang Hoof Negeri yang dipilih dari Penghulu Mantri Yang Dua Puluh Indrapura. … *

Ctatan: Ditujukan khusus kepada Sdr. MrThimuch Baki




Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...

ad2